Menyoalkan Sertifikasi Halal, Mengapa Menjadi Penting

- 1 Juni 2021, 08:29 WIB
Pertanyaan itu, mengingatkan saya saat mengikuti Bahtsul Masail antar pesantren se Jawa-Madura yang diselenggarakan oleh FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) se Jawa-Madura yang di selenggarakan di pondok pesantren Hidayatul Mubtadiin, Ngunut Tulungagung Jawa Timur sekitar awal tahun 2000 an
Pertanyaan itu, mengingatkan saya saat mengikuti Bahtsul Masail antar pesantren se Jawa-Madura yang diselenggarakan oleh FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) se Jawa-Madura yang di selenggarakan di pondok pesantren Hidayatul Mubtadiin, Ngunut Tulungagung Jawa Timur sekitar awal tahun 2000 an //Mui

Wartasumbawa.com – Pertanyaan itu, mengingatkan saya saat mengikuti Bahtsul Masail antar pesantren se Jawa-Madura yang diselenggarakan oleh FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) se Jawa-Madura yang di selenggarakan di pondok pesantren Hidayatul Mubtadiin, Ngunut Tulungagung Jawa Timur sekitar awal tahun 2000 an.

Dalam kegiatan tersebut saya menjadi peserta aktif sebagai delegasi dari pondok pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur.

Pada kesempatan itu, karena salah satu diantara materi Bahtsul Masail sangat pentingnya “Mengkonsumsi Barang Halal”, salah satu Tim Perumus Bahtsul Masail menjelaskan; Orang yang hati-hati dalam beragama harus paham tentang apa yang seharusnya ia lakukan.

Termasuk diantaranya, Ia (diharapkan) harus memahami bentuk transaksi yang dilakukan dan atau memahami barang yang akan dijual kepada orang lain; ketika naik angkot, secara fikih disebut akad apa? ketika makan di warung, itu disebut akad apa?

Ketika menjual barang, apakah barangnya tergolong boleh atau halal dijualbelikan atau tidak?, ketika menjual atau membeli gorengan, bahannya sudah halal atau tidak dan proses pembuatannya, termasuk bahan campurannya apa saja dan begitu seterusnya”.

Dalam rangka hati-hati begitulah memang semestinya, sebagaimana dikutip Wartasumbawa-Pikiran Rakyat dari mui.or.id pada 1 Juni 2021.

Beberapa penjelasan diatas, mengingatkan saya pada setiap mengikuti sidang Komisi Fatwa MUI bersama LPPOM MUI.

Kadang ingin menetapkan halal produk kripik saja, setelah pengurus LPPOM MUI menjelaskan secara rinci hasil auditnya mulai dari bahan baku sampai proses pembuatannya, masih saja sebagian anggota Fatwa MUI menanyakan bahan penyanding lainnya; minyak gorengnya bagaimana, garamnya sudah bersertifikat halal MUI apa belum, dan seterusnya.

Tradisi ilmiah yang dilakukan Komisi Fatwa bersama LPPOM MUI ini mencerminkan sikap hati-hati (ihtiyat) dalam menentukan kehalalan sebuah produk.

Halaman:

Editor: M. Syaiful

Sumber: mui.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah