"Dimasa masa itulah klub yang beranggotakan kaum muslimin ikut berkompetisi dalam liga jumat Istanbul pada tahun 1912 yang dimainkan setiap hari jumat," ungkapnya lebih lanjut didalam channel itu.
Seiring semakin maraknya sekularisme dan penghilangan berbagai atribut kaum muslimin termasuk bahasa arab banyak klub olahraga Turki yang menyesuaikan mulai dari logo hingga atribut berpakaian.
Baca Juga: Tips Makan Kurma Kata Dr. Zaidul Akbar: Begini Baiknya Biar Tidak Naik Gula Darah
Logo klub Glatasa misalnya, pada 1905-1923 Masehi menggunakan Hijaiyah, Ghayn dan Syin, logo itu kemudian diubah dengan Al-fabet Eropa G dan S.
menilik sejarah tersebut Muslim seharusnya menyadari bahwa di satu masa sepak bola pernah dipandang sebagai sarana kebugaran, dan dimasa lain sepak bola justru seringkali menjadi hiburan yang melalaikan.
Bahkan dalam kapitalisme dijadikan sebagai ajang kompetisi untuk meraih popularitas di arena kejuaraan dan mencetak uang. Alhasil hal ini memunculkan kerusuhan, Ashobiyah, dan melahirkan sikap rasisme.
Selain itu sepak bola digunakan untuk memperkuat nasionalisme, kompetisi sepak bola hanya dimanfaatkan para Kapital untuk mendulang keuntungan dan memecah persatuan kaum Muslim hanya karena membela tim dari negaranya masing-masing.
Hanya khilafah yang mampu mewujudkan sepak bola dan olahraga lainnya dengan tujuan yang benar bernilai Ruhiyah dan membawa maslahat.***