Netizen Pro-tunda Pemilu, Luhut Binsar Pandjaitan Punya Data 110 Juta

13 Maret 2022, 18:10 WIB
Netizen Pro-tunda Pemilu, Luhut Binsar Pandjaitan Punya Data 110 Juta /Pixabay/ mohammed_hasan/

JURNAL SUMBAWA - Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) mengklaim memiliki big data (mahadata) 110 juta netizen yang setuju Pemilu 2024 ditunda.

Hal tersebut diketahui, Luhut Binsar Pandjaitan berbicara di acara kanal You Tube Deddy Corbuzier, Jum'at 11 Maret 2022

Luhut Binsar Pandjaitan berkata bahwa dia punya data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024.

Baca Juga: Mengagetkan! Ustadz Khalid Basalamah: Fakta Didalam Al-Quran, Yakjuj Makjuj Berada Tembok China

"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut.

Dari data tersebut, Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang.

Masyarakat, kata Luhut, tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.

Baca Juga: Dokumen yang Diperlukan Untuk Pencairan Dana KUR BSI Hingga Rp100 Juta, Simak Penjelasan Dibawah Ini

"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampretlah, cebonglah, kadrunlah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.

Disisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra menilai klaim sepihak itu menguatkan dugaan ambisi wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden berasal dari Luhut.

"Pemilu berasal dari Menko Luhut, itu terbukti menguatkan dugaan karena Misi penundaan pemilu termasuk wacana perpanjangan masa jabatan Presiden," kata Dedi kepada wartawan, Sabtu 12 Maret 2022.

Baca Juga: Tanda Kiamat Besar Ada 3 Kata Ustadz Buya Yahya, Termasuk Muncul Makhluk Yakjuj dan Makjuj

Dedi menuturkan dua wacana tersebut berbeda. Dia menyebut memaksakan dua wacana tersebut agar berjalan beriringan sama saja melakukan kejahatan konstitusi.

"Padahal, dua wacana itu berbeda, menunda Pemilu tidak kemudian harus perpanjangan masa jabatan Presiden. Keduanya sudah miliki skema yang diatur undang-undang. Memaksakan keduanya berjalan seiring, adalah kejahatan konstitusi, karena bisa dianggap gratifikasi kekuasaan," tuturnya.

Dedi menyayangkan sikap Luhut yang cenderung sebagai perpanjangan tangan partai politik (parpol).

Dia menyebut ada dua kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menegur Luhut, salah satunya Jokowi juga ikut merestui dan menikmati wacana yang dibangun Luhut.

Baca Juga: Ustadz Khalid Basalamah: Fakta Sudah Membuktikan dan Para Peneliti Sudah Menemukan Yakjuj Makjuj

"Sikap Menko Luhut yang cenderung perpanjangan tangan parpol patut disayangkan, tetapi jika ia tidak mendapat teguran Presiden, maka ada dua kemungkinan. Pertama, Menko Luhut sebagai tokoh yang mampu mengendalikan Presiden. Kedua, Presiden merestui sikap arogansi itu dan menikmati wacana yang dibangun," ujarnya.

Lebih lanjut Dedi mengatakan big data yang diklaim sepihak itu tidak bisa dijadikan rujukan konstitusi sekalipun data tersebut benar. Menurutnya, tidak seharusnya Luhut masuk ke wilayah politik mengingat yang bersangkutan merupakan bagian dari pemerintah.

Baca Juga: Susunan Pemain PSIS Semarang vs Bhayangkara FC Liga 1, Goal Getter The Guardians Duet Dzumafo dan Jajang

"Andaipun benar yang dikatakan Luhut, big data tidak dapat dijadikan rujukan konstitusi kita. Luhut hanya mencari pembelaan atas ambisinya semata. Dan juga, sebagai bagian dari pemerintah, seharusnya ia tidak masuk wilayah politik yang seharusnya wilayah parpol," imbuhnya.***

Editor: Ahmad D

Tags

Terkini

Terpopuler