Isu Perkawinan Anak di 22 Provinsi Menjadi Sorotan Internasional

- 27 Februari 2021, 13:06 WIB
Ilustrasi dampak negatif perkawinan anak, sebabkan kemiskinan struktural.
Ilustrasi dampak negatif perkawinan anak, sebabkan kemiskinan struktural. /pixabay/@geralt

 

Wartasubawa.com - Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 terdapat 22 provinsi dengan angka perwakinan anak tinggi dari rata-rata nasional.
Dari data tersebut, mengundang reaksi nasional maupun nasional.


Sehingga isu perkawinan anak menjadi salah satu dari lima agenda prioritas Presiden Joko Widodo yang ditangani Kementrian Perempuan dan Perlindungan Anak hingga 2024 mendatang.


Isu ini juga telah masuk dalam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74 persen pada akhir 2024.

Baca Juga: Air Terjun Rora, Penampakan Surga Kecil di Perbatasan Bima dan Dompu


Untuk mencegah perkawinan anak, pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang Menetapkan Batas Usia Perkawinan Bagi Laki-Laki dan Perempuan Paling Rendah 19 Tahun.


Ketua Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani mengatakan bahwa akar masalah perkawinan anak, khususnya anak perempuan adalah konstruksi gender yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat dibandingkan laki-laki.


“Perempuan dianggap sebagai empunya domestik, sehingga dihalang-halangi untuk masuk ke sektor publik. Ketika bisa masuk ke sektor publik pun, selalu diingatkan dengan tugasnya di rumah,” kata Andy Yentriyani pada Jumat, 26 Februari 2021 yang dikutip Pikiran-Rakyat.com (PR) dari Antara.

Baca Juga: KPK Tangkap Tangan Gubernur Sulawesi Selatan Tengah Malam Dugaan Kasus Korupsi
Konstruksi gender yang menempatkan perempuan pada posisi domestik menyebabkan sebagian orang tua beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi dan lebih baik segera dikawinkan.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani melihat ada ketidakseimbangan antara perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan akses pendidikan.

Halaman:

Editor: Furkan Sangiang

Sumber: Pikiran Rakyat ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah