Begini Sejarah Panjang Sidang Isbat dan Melahirkan Perbedaan Penetapan 1 Ramadhan

9 Maret 2024, 19:03 WIB
/Pixbay/Bru-nO

JURNAL SUMBAWA - Sidang isbat ternyata mempunyai sejarah panjang sejak pada masa penjajahan Belanda untuk penentuan awal bulan Ramadhan.

Merujuk pada hasil studi Siti Tatmainul Qulub, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, sejak pada masa penjajahan belanda jabatan, penentuan 1 ramadhan diserahkan pada kerajaan-kerajaan Islam yang ada pada saat itu.

Namun, sejak Indonesia merdeka, barulah penetapan awal Ramadan dan Syawal diserahkan pada Departemen Agama yang kini dikenal sebagai Kementerian Agama yang terbentuk pada Januari 1946.

Oleh demikian, sehingga melahirkan sebuah praktik yang tidak merata dilapangan karena perbedaan pemahaman terkait metode hisab dan rukyat.

Baca Juga: Sidang Isbat Ditiadakan: Penetapan Puasa di Indonesia Apakah Ada Perbedaan? Begini Penjelasanya

Dan pada Agustus 1972, Departemen Agama membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR) dengan maksud untuk menjaga persatuan dan persaudaraan sesama Muslim dalam beribadah dan mempersatukan paham para ahli hisab dan rukyat.

Meski BHR baru terbentuk pada 1972, arsip Departemen Agama menunjukkan sidang isbat telah dilaksanakan sejak setidaknya 1962.

Sejak itu, perbedaan berulang kali muncul antara tanggal yang ditetapkan pemerintah dan Muhammadiyah.

Baca Juga: Jelang Bulan Ramadhan, Ketersediaan Pangan Asal Ternak Terpantau Aman dan Mencukupi

"Perbedaan sering kali terjadi pada saat posisi-posisi hilal awal bulan sedikit berada di atas ufuk, yaitu antara 0-2 derajat," tulis Siti.

Setelah lebih dari setengah abad berdiri, BHR pun hingga kini belum berhasil menyeragamkan sistem hisab dan kriteria penetapan awal bulan.

Menurut Siti, salah satu alasannya adalah karena setiap kelompok aliran Islam "masih mengedepankan ego masing-masing dan tidak mau mengalah untuk kemaslahatan bersama".

Baca Juga: Resep Opor Ayam Kuning, Cocok Jadi Menu Makan Sahur Pertama di Bulan Ramadhan

"Banyak dari mereka yang masih mengandalkan ego masing-masing dan ingin lebih menonjol daripada yang lain walaupun tidak berbasis objektif ilmiah," Lanjut Siti.

Ahmad Nurcholish, aktivis dari Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP), mengatakan pengikut militan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, selalu punya perbedaan dalam penetapan, makanya sidang isbat juga diperlukan.

Namun, itu bukan berarti sidang isbat sama sekali tak berguna. Selain menunjukkan kehadiran negara, hasil sidang juga tetap menjadi acuan bagi sejumlah umat Islam, utamanya yang tak tergabung ke dua organisasi besar tersebut, kata Ahmad.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Besok Minggu 10 Maret 2024, Capricorn Melakukan Sesuatu Agar Membuat Orang Lain Terkesan

Lanjutnya,"Kita kan juga tidak bisa mengabaikan, ada masyarakat di luar dua ormas itu kan".***

Editor: Adhar

Tags

Terkini

Terpopuler