Prabowo Subianto Penuh Perdebatan, Apakah Betul Sejarahnya Kelam di Masa Lalu! Cek Faktanya

- 18 Februari 2024, 11:24 WIB
Antara
Antara /

JURNAL SUMBAWA - Mantan Letnan Jendral Prabowo Subianto akan menjadi orang nomor satu dengan menduduki kursi Pemerintahan Tertinggi di Indonesia Setelah memperoleh suara terbanyak dalam perhitungan cepat pemilu serentak 2024.

Sebelumnya, pada pemilihan presiden di dua periode yang lalu prabowo subianto mencalonkan dirinya sebagai presiden sebanyak dua kali dan gagal, namun pada pencalonannya kali ini mungkin akan membawanya untuk menduduki kursi presiden sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Nah, Dari banyaknya tudingan yang mengarah pada dirinya, salah satunya ia memperoleh dituduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan perang pada masa kelam di bawah rezim Suharto.

Disamping itu, dengan kemenangan yang akan diraih Prabowo, sebagian juga khawatir jika negara ini kembali dipimpin seorang jenderal militer – Prabowo juga pernah menjadi menantu Suharto – maka Indonesia akan kembali tergelincir ke masa kelam.

Baca Juga: Pemenang Caleg DPR RI Dapil NTB 1, Partai Raksasa Diungguli Wajah Baru

Prabowo, 72, punya rekam jejak HAM masa lalu yang mencengangkan di mata aktivis dalam dan luar negeri. Tuduhan yang paling utama adalah bahwa Prabowo mengomandani satuan yang menculik dan menyiksa beberapa pejuang demokrasi menjelang masa akhir rezim Suharto pada akhir 1990an.

Dari 23 orang, beberapa selamat, satu meninggal dunia, dan 13 aktivis lainnya sampai sekarang masih hilang. Dia kemudian dicopot dari militer dan mengasingkan diri ke Yordania pada 2000-an.

Beberapa tahun kemudian, Ia kembali ke Indonesia dan membangun kekayaan di sektor kebun sawit dan pertambangan, sebelum terjun ke politik.

Secara politis, Ia berdarah biru karena lahir di keluarga elite yang sudah identik dengan politik Indonesia, mungkin dari situ memperkuat anggapan orang bahwa dia juga berhak untuk memperoleh ruang poros kekuasaan.

Baca Juga: Dugaan Penggelembungan Surat Suara di Dapil 2, Simpatisan Caleg NasDem Blokade Jalan

Ayahnya adalah ekonom terkemuka yang pernah menjadi menteri perdagangan dan menteri keuangan, sementara kakek Prabowo mendirikan bank BUMN pertama di Indonesia.

Pada masa kecil prabowo, Ia hidup bersama keluarganya di Swiss dan Inggris setelah sang ayah dituduh terlibat dalam pemberontakan separatis di Sumatra.

Pada tahun 1970 an, dia bergabung di militer setelah kembali ke Indonesia, dari sini kariernya menanjak dengan cepat. Pada 1980-an, Prabowo bersama unit khusus memerangi kelompok separatis di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Para saksi mata menudingnya melakukan kebiadaban di sana dan di Papua.

Pada tahun 1983, Prabowo masuk ke lingkaran dalam Suharto dengan menikahi salah satu putrinya: Siti Hediati Hariyadi. Pernikahan ini berlangsung selama 15 tahun – lalu kandas, seiring dengan berakhirnya rezim militer Orde Baru.

Baca Juga: Salah Konversi Suara ke Sirekap, KPU Minta Maaf

Prabowo kemudian memimpin sebuah satuan unit khusus yang dituduh menculik beberapa aktivis. Dia diberhentikan, tapi tidak pernah mendapat tuntutan hukum. Dan pada hari-hari penuh kekacauan jelang akhir kepemimpinan Suharto, Prabowo juga dituduh memicu penjarahan di Jakarta yang membuat banyak minoritas Tionghoa menjadi korban. Namun, Prabowo senantiasa menyangkal segala tuduhan ini.

Setelah kejatuhan Suharto, Prabowo pergi ke Yordania dan menghindar dari sorotan ketika Indonesia memasuki era demokrasi pada milenium baru.

Mantan petinggi militer ini pun dilarang masuk ke wilayah AS dan Australia karena masuk daftar hitam akibat rekam jejak HAM-nya. Pencekalan ini baru dihapus beberapa tahun belakangan.

Prabowo kembali ke Indonesia sebelum Pemilu 2009 berlangsung. Dia mendirikan partainya sendiri – Partai Gerindra – dan berkelindan dengan koalisi-koalisi untuk memulai karier politiknya

Baca Juga: Pemilu di Daerah, Kotak Suara di 14 TPS Dibakar di Empat Desa

Pada Pemilu 2014 dan 2019, Prabowo bersaing dengan rivalnya saat itu, Jokowi, dalam pemilihan presiden yang berlangsung ketat. Dia kalah pada dua kesempatan.

Setelah kericuhan dari para pendukungnya yang memprotes kekalahan Prabowo pada 2019 ada sekitar 10 orang meninggal pada peristiwa itu.

Akhirnya pada saat itu Jokowi membuat kesepakatan dengan Prabowo, untuk masuk ke pemerintahan Jokowi dan menjadi menteri pertahanan.

Dia pun bebas untuk bepergian – dari Paris ke Washington ke Beijing – sebagai pejabat tinggi negara. Sanksi-sanksi dari Barat lenyap sudah.

“Penunjukan Prabowo memberikan sinyal mengkhawatirkan bahwa para pemimpin kita telah melupakan hari-hari kegelapan dan pelanggaran-pelanggaran terburuk yang dilakukan pada masa Suharto,” ujar direktur Amnesty International Usman Hamid kala itu.

Baca Juga: Bantuan Pangan Akan Disalurkan Setelah Pemungutan Suara Pemilu 2024

“Ketika Prabowo memimpin unit-unit khusus, aktivis-aktivis hilang dan terdapat berbagai tuduhan penyiksaan dan perlakuan buruk.”lanjutnya.

Prabowo sudah beberapa kali ditekan untuk menanggapi masa lalunya yang kelam. Dia menyangkal sebagian besar tuduhan dan ketika dia mengakui sebuah kejahatan – seperti penculikan, misalnya – dia kembali ke alasan klasik prajurit: dia hanya menjalankan perintah.

Jika dilihat pada masa pemilu sekarang, Prabowo unggul dengan cepat, hampir 60% suara mendukungnya, tentu atas hasil ini pemilu pun tidak membutuhkan dua putaran, lalu bagaimana dengan pendapat anda!***

Editor: Adhar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah