Puncak Musim Kemarau Tahun 2024 Terjadi Juli, Begini Penjelasan BMKG

- 16 Maret 2024, 13:52 WIB
Puncak Musim Kemarau Tahun 2024 Terjadi Juli, Begini Penjelasan BMKG
Puncak Musim Kemarau Tahun 2024 Terjadi Juli, Begini Penjelasan BMKG /Ahmad Daulain Jurnal Sumbawa /

"Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61%) akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024 yaitu meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%)," terangnya.

Terkait El Nino, Dwikorita menerangkan bahwa hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59.

Sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral. Fenomena El Nino tersebut, kata dia, diprediksi akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024 dan setelah triwulan ketiga Juli-Agustus-September 2024 berpotensi beralih menjadi La Nina-Lemah.

Sementara itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Sedangkan kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 - +2.0 derajat celcius lebih hangat dari kondisi normalnya.

Baca Juga: Jangkau Wilayah 3T, BMKG gandeng Radio Sebarluaskan Peringatan Dini

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024. BMKG, lanjut Dwikorita, mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya). Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.

Pemerintah daerah, menurutnya, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. Selain itu, tindakan antisipasi juga diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya) terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.***

Halaman:

Editor: Ahmad D


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah