Rencana Sosilisasi RUU KUHP Di Kota-kota Besar, Wamenkumham Gandeng Perguruan Tinggi dan LSM

10 April 2021, 13:27 WIB
Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej. /Antara/HO-Kemenkumham RI

Wartasumbawa.com – Berbagai Persepsi tumbuh di tengah masyarakat terkait beberapa pasal dalam RKUHP yang di anggap represif, khususnya pasal yang menyangkut kritikan kepada presiden.

Seolah-olah masyarakat di batasi untuk berbicara lantang terkait kesalahan-kelahan pemerintah, padahal keberadaan masyarakat sebagai pengontrol sudah diatur dalam undang-undang.

Sebagai upaya untuk memberi pemahaman lebih lengkap mengenai isi RKUHP kepada masyarakat, rencananya Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, akrab disapa Profesor Eddy  akan melakukan sosialisasi di sejumlah daerah dan hingga kini pihaknya telah melakukan sosialisasi ke sejumlah kota-kota besar.

Baca Juga: Tampil Cantik nggak harus Lebay, ini Tips yang nggak suka Dandan Menor

Menggandeng sejumlah kampus dan LSM, mengenalkan isi RKUHP secara lengkap kepada masyarakat di berbagai daerah.

Beberapa daerah yang menjadi agenda akan dikunjungi Eddy, dalam waktu dekat untuk sosialiasi isi RKUHP, antara lain Bali; Yogyakarta; Ambon, Maluku; Makassar, Sulawesi Selatan; Padang, Sumatera Barat; Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Surabaya, Jawa Timur; Nusa Tenggara Timur; Manado, Sulawesi Utara; dan terakhir di Jakarta.

Ia berharap RKUHP dapat segera disahkan jadi undang-undang melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tahun ini.

Baca Juga: Banyak Perempuan Terinspirasi darinya, inilah Sosok Najwa Sihab

Beberapa kelompok masyarakat sipil, dalam berbagai kesempatan, sempat mengkritik keputusan pemerintah mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP karena ketentuan itu bakal membatasi kebebasan berpendapat.

Amnesty International, misalnya tahun lalu, sebagaimana dikutip dari laman resminya, berpendapat pasal penghinaan terhadap presiden, yaitu Pasal 218 dan Pasal 219 RKUHP, represif dan dapat mengancam kebebasan berpendapat.

"Kritik terhadap pemerintah itu sangat penting agar pemerintah dapat berbenah diri dan hati-hati dalam mengambil keputusan atas suatu kebijakan," tulis Amnesty International dalam catatan kritisnya terhadap RKUHP tahun lalu.

Baca Juga: Kisah Wanita yang Bekerja di Paddock, Mengatasi Tantangan dengan sendiri

Terkait dengan kritik terhadap pasal itu, Prof. Eddy meyakini bahwa sosialisasi terhadap isi RKUHP masih kurang sehingga banyak kelompok oposisi masih kurang memahami ketentuan pasal per pasal secara lengkap.

Ia pun menerangkan pasal penghinaan presiden, yang diatur dalam RKUHP, merupakan delik aduan. Oleh karena itu, hanya presiden dan wakil presiden yang dapat melaporkan langsung pelaku atas perbuatan tersebut.

"Enggak bisa tim suksesnya (yang melapor)," kata Eddy Hiariej kepada wartawan, seperti dilansir dari Qeluarga.Pikiran-Rakyat.com pada 10 April 2021.

Baca Juga: Forum Kemanusiaan Fitua dan Pemuda Muhammadiyah Dompu Peduli Anak Yatim

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Republik Indonesia Edward Omar Sharif Hiariej memastikan pasal penghinaan presiden yang dipertahankan oleh pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak akan menghambat praktik demokrasi  di Indonesia.

"Pasal penghinaan presiden tidak akan digunakan untuk memenjarakan mereka yang mengkritik kebijakan pemerintah," kata Wamenkumham RI yang lebih populer dengan sapaan Prof. Eddy saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat.

Prof. Eddy melanjutkan, "Sekali lagi, baca ayat tiganya, apabila itu suatu kritik terhadap pemerintah, tidak dapat dipidana. Ada di situ semua pasalnya." Ucapnya. ***

 

Editor: Fahrur Rozi

Sumber: Qeluarga.pikiran-rakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler