JS.PIKIRAN RAKYAT - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka putus sekolah di jenjang SMA pada 2022 mencapai 1,38%. Angkanya tersebut tercatat naik sebanyak 0,26% poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 1,12%.
Sementara pada jenjang SMP, angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06% pada 2022, meningkat 0,16% poin dari tahun lalu, dan angka putus sekolah di jenjang SD juga meningkat sebanyak 0,01% dibanding tahun lalu, yaitu menjadi 0,13%.
Ekonomi keluarga yang tidak mendukung menjadi faktor utama penyebab putus sekolah. Selain itu, kondisi keluarga yang tidak harmonis, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pernikahan dini dan persoalan-persoalan sosial lainnya yang dihadapi anak juga memicu bertambahnya jumlah anak putus sekolah.
Baca Juga: Bantuan Stunting Terhenti, YAICI: Ini Bisa Memperburuk Permasalah Gizi
Ketua harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan anak-anak dari keluarga marjinal terutama yang berada di wilayah urban perlu mendapat perhatian.
“Masyarakat marginal di wilayah urban, berpotensi tinggi mengalami putus sekolah,” kata Arif Hidayat.
Lebih lanjut, Arif Hidayat menjelaskan tingginya angka putus sekolah pada remaja di wilayah urban bukan semata karena alasan ekonomi.
"Kelas sosial yang sangat dirasakan masyarakat di wilayah urban, dimana mereka sangat mudah terpapar dampak dari modernitas, terpapar informasi dan teknologi tapi di sisi lain juga mengalami hambatan-hambatan. Ini yang membuat kelompok ini lebih rentan putus sekolah,” paparnya ia.
Baca Juga: Peringati Hari Anak Balita Nasional, YAICI Ingatkan Kelompok Balita juga Rentan Kekurangan Gizi