Angka Anak putus sekolah Meningkat Pada 2022, Yaici: Masyarakat Marginal Berpotensi Putus Sekolah

- 11 Mei 2023, 11:10 WIB
Dok.@YAICI
Dok.@YAICI /

JS.PIKIRAN RAKYAT - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka putus sekolah di jenjang SMA pada 2022 mencapai 1,38%. Angkanya tersebut tercatat naik sebanyak 0,26% poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 1,12%.

Sementara pada jenjang SMP, angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06% pada 2022, meningkat 0,16% poin dari tahun lalu, dan angka putus sekolah di jenjang SD juga meningkat sebanyak 0,01% dibanding tahun lalu, yaitu menjadi 0,13%.

Ekonomi keluarga yang tidak mendukung menjadi faktor utama penyebab putus sekolah. Selain itu, kondisi keluarga yang tidak harmonis, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pernikahan dini dan persoalan-persoalan sosial lainnya yang dihadapi anak juga memicu bertambahnya jumlah anak putus sekolah.

Baca Juga: Bantuan Stunting Terhenti, YAICI: Ini Bisa Memperburuk Permasalah Gizi

Ketua harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan anak-anak dari keluarga marjinal terutama yang berada di wilayah urban perlu mendapat perhatian.

“Masyarakat marginal di wilayah urban, berpotensi tinggi mengalami putus sekolah,” kata Arif Hidayat.

Lebih lanjut, Arif Hidayat menjelaskan tingginya angka putus sekolah pada remaja di wilayah urban bukan semata karena alasan ekonomi.

"Kelas sosial yang sangat dirasakan masyarakat di wilayah urban, dimana mereka sangat mudah terpapar dampak dari modernitas, terpapar informasi dan teknologi tapi di sisi lain juga mengalami hambatan-hambatan. Ini yang membuat kelompok ini lebih rentan putus sekolah,” paparnya ia.

Baca Juga: Peringati Hari Anak Balita Nasional, YAICI Ingatkan Kelompok Balita juga Rentan Kekurangan Gizi

Salah satu yang saat ini menjadi perhatian Yaici adalah anak-anak yang terdampak persoalan-persoalan sosial yang mempengaruhi pendidikan mereka di wilayah Tangerang Selatan.

Sejak awal 2023 ini, YAICI berkolaborasi dengan Sekolah Maleo untuk memberikan pendampingan terhadap siswa-siswa di Sekolah Maleo.

Program pendampingan ini bertujuan untuk membantu siswa mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya, baik konflik dengan diri sendiri, keluarga ataupun pengaruh darti lingkungan sosial yang dapat mengganggu pendidikannya.

Baca Juga: IPW Dukung Penyelidikan Dugaan Pemerasan Mantan Kasat Reskrim Tarakan Iptu M

Diantara metode yang dilakukan adalah assessment, metode peer counseling, group counseling, dan seminar counseling. Dalam hal ini, Yaici juga bekerjasama dengan para mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sekolah Maleo atau oleh warga sekitar juga dikenal sebagai Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Maleo saat ini menampung sekitar 126 siswa jenjang SMP dan SMA dari keluarga pra sejahtera ataupun anak-anak yang terancam putus sekolah karena berbagai alasan di wilayah Pondok Aren, Tangerang Selatan.

PKBM Maleo menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat, dengan beasiswa penuh bagi masyarakat pra sejahtera.

Baca Juga: Siapakah Sosok Husen yang Undur Dari Jadi ASN dan Tak Mau Cabut Laporan Pungli

Ketua project Maleo sekaligus Guru Relawan PKBM Maleo, Hanni mengatakan banyak sekali permasalahan sosial-emosi yang ditemukan dalam diri siswa. Dengan kondisi pengajar yang berbasis relawan, sulit untuk melakukan pendampingan dan konseling terhadap mereka, apalagi secara terstruktur dan konsisten.

“Atas dasar itulah Sekolah Maleo menyambut project kerjasama dengan YAICI, karena artinya akan ada suatu program yang terencana dan tertata untuk membantu memenuhi kebutuhan sosial-emosional anak-anak kami,” ujarnya.***

Editor: Ahmad D


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x