Isu Kerajaan dan Konservatisme Politik Bima, Indah Damayanti Disebut-sebut Sebagai Playmaker Politik Bima

22 Juni 2024, 13:32 WIB
Isu Kerajaan dan Konservitisme Politik Bima, Indah Damayanti Disebut-sebut Sebagai Playmaker Politik Bima /bimakab.go.id/

JURNAL SUMBAWA - Indah Damayanti Putri merupakan salah satu tokoh politik yang dapat disebut sebagai Playmaker dalam setiap momentum konstelasi politik Kabupaten Bima. Sebagai Bupati Bima, kepemimpinannya menonjol dengan penggunaan narasi kerajaan sebagai platform politik utama.

Kaharudin Salah satu tokoh muda Bima mengungkapkan, kerajaan menjadi sangat kuat dan dominan dalam mempengaruhi persepsi dan keputusan politik masyarakat, hal ini di sebabkan oleh otoritas sejarah kerajaan Bima yang kaya dan kental dengan Nilai-nilai tradisional sehingga value tersebut dijadikan landasan untuk melegitimasi kekuasaannya.

Di sisi lain, katanya, hal ini juga sangat relevan dengan situasi dan kondisi struktur sosial Masyarakat Bima yang dalam konteks sosial dan budaya sangat menghormati sejarah dan warisan kerajaan, sehingga oleh Indah Damayanti Putri dan keluarga istana strategi ini tampaknya efektif dalam meraih dukungan dari sebagian besar masyarakat.

Baca Juga: Bupati Bima IDP Hargai Keputusan DPP Partai Golkar Mengenai Pilkada NTB 2024

Namun, di balik keberhasilan tersebut, dalam tinjauan akademik terdapat kelemahan yang signifikan dalam sistem kepemimpinan berbasis kerajaan sehingga mempengaruhi akselerasi pembangunan daerah dari berbagai multi sektor dan dimensi.

"Dalam kacamata akademik, pemanfaatan isu Kerajaan sebagai platform politik utama kepemimpinan Indah Damayanti Putri sebagai Bupati Bima secara rasionalisme di temukan beberapa kelemahan yang dapat dianalisis melalui berbagai teori sosial dan politik ini dapat di elaborasi dalam uraian teoritis," kata Kaharudin salah satu tokoh muda Bima juga mantan Ketua Umum HMI Komsat Lafran Pane Bima.

Dalam pandangannya, konservativisme politik kerajaan tersebut diantaranya dapat dilihat dengan beberapa pendekatan teori, salah satunya yakni teori elitisme.

Dalam Teori Elitisme; bahwa kekuasaan sering kali dipegang oleh sekelompok kecil elite yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat. Dalam konteks kepemimpinan Indah Damayanti Putri, penggunaan isu kerajaan tampaknya berfungsi untuk menjaga kekuasaan di tangan elite tertentu.

Baca Juga: LHKPN Bupati Bima Indah Damayanti Putri Mencapai Rp14.760.543.202

Strategi ini mengarah pada distribusi kekuasaan dan sumber daya yang tidak merata, di mana Keputusan-keputusan penting cenderung menguntungkan kelompok elit yang sempit, sementara kepentingan mayoritas masyarakat seringkali terabaikan.

Ketimpangan ini dapat menciptakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan di kalangan rakyat terhadap pemerintah. Akhir akhir ini fakta kultural menunjukan bahwa ketidakpercayaan masyarakat terhadap trah istana kerajaan sebagai pemimpin di tunjukan oleh adanya Gerakan protes dan kecaman yang di lakukan oleh aliansi mahasiswa dan petani jagung akibat lemahnya peran pemerintah daerah dalam mengakomodasi hasil pertanian masyarakat dengan harga yang dapat mempengaruhi kesejahteraan petani.

Selain itu, drinya juga menganalisis fenomena politik IDP dengan basis teori hegemonoi Antonio Gramsci yang menyatakan bahwa kekuasaan tidak hanya dipertahankan melalui paksaan, tetapi juga melalui dominasi ideologi dan budaya.

Kepemimpinan Indah Damayanti Putri menggunakan Simbol-simbol kerajaan untuk mengukuhkan hegemoninya, sehingga budaya dalam platform politiknya tidak di diletakan sebagai kesadaran kolektifitas moralitas yang berimplikasi pada keadilan dan kemakmuran akan tetapi oleh IDP memanfaatkan dan menjadikan budaya sebagai instrument dalam bentuk simbolitas populisme politis.

Baca Juga: Maling Uang Rakyat! Apa Saja Kasus yang Dilaporkan ke KPK Terkait Dugaan Korupsi Bupati Bima?

Alhasil, masyarakat yang golongan konservativisme sebagai pemilih dominan dan kelompok rasionalisme pragmatis menerima kekuasaannya sebagai sesuatu yang wajar dan sah, padahal secara akademik hegemoni ini menghambat pluralisme politik dan meminimalkan ruang bagi oposisi atau Ide-ide alternatif. Hal ini dapat melemahkan dinamika demokrasi dan menghalangi perbaikan kebijakan yang lebih inklusif dan progresif.

"Sebagai contoh misalnya, ketika terjadi konsolidasi gerakan aktivisme mahasiswa dalam memberikan kritik dan saran terhadap problem pembangunan daerah seringkali kemudian di jumpai bahwa Gerakan-gerakan tersebut di kriminalisasi dan di eksploitasi melalui kekuasaan alat vital negara yang bersifat premanisme," jelasnya Kahar.

Seiring dengan konteks kepemimpinan IDP lanjutnya, Max Weber mengidentifikasi tiga jenis legitimasi kekuasaan: tradisional, karismatik, dan rasional legal. Dalam kepemimpinan Indah Damayanti Putri, legitimasi tradisional yang bersandar pada Nilai-nilai historis dan tradisi kerajaan sangat dominan.

Meskipun pendekatan ini dapat efektif dalam konteks budaya yang menghargai tradisi, namun tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsip modernitas kepemimpinan demokrasi dan transparansi yang dibutuhkan dalam pemerintahan demokratis.

Baca Juga: IDP Dampingi LPB Maju di Pilgub NTB: Kader Partai Sebut, Itu Bisa Saja Terjadi

Akibatnya, pendekatan ini bisa menghambat inovasi dan reformasi yang diperlukan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kabupaten Bima sebagai esensi dasar dari tujuan kepemimpinan itu sendiri.

Di sisi lain kepemimpinan berbasis kerajaan seringkali mencerminkan pola patrimonialisme, dimana kekuasaan dipusatkan pada individu atau keluarga tertentu dan didistribusikan melalui jaringan patronase yang akan berdampak buruk pada keadilan distribusi dan sirkulasi kepemimpinan demokrasi.

Fakta kepemimpinan Indah Damayanti Putri, hal ini menghasilkan kelemahan dalam hal akuntabilitas dan transparansi, serta membuka peluang bagi praktik korupsi dan nepotisme yang di tunjukan melalui pembentukan struktur dan skema kekuasaan dinasti baik pada ruang eksekutif yang di duduki oleh pamannya sebagai sekda maupun legislative yang dikuasai oleh Yandi sebagai ketua dewan.

Sistem patron-klien yang kuat menghambat pemerintahan yang efektif dan adil dan check and balance, karena keputusan-keputusan penting sering kali didasarkan pada loyalitas pribadi dari pada kepentingan public untuk kesejahteraan dan kemakmuran.

Konservatifisme kepemimpinan dapat di temukan melalui penggunaan narasi kerajaan juga dapat dilihat melalui lensa politik identitas. Indah Damayanti Putri mungkin memobilisasi dukungan dengan membangun identitas kolektif yang kuat berdasarkan isu-isu.

Namun, pendekatan ini dapat memecah-belah masyarakat berdasarkan garis identitas yang sempit dan struktur social yang berbeda, mengabaikan keberagaman dan inklusivitas. Pendekatan ini berpotensi memperdalam kesenjangan sosial dan memperburuk ketegangan antar kelompok, menghalangi kerjasama dan kohesi sosial yang diperlukan untuk pembangunan daerah kabupaten Bima.

Untuk mencapai pemerintahan yang lebih baik dan adil, diperlukan pendekatan yang lebih terbuka dan responsif terhadap kebutuhan seluruh warga, serta upaya untuk mengatasi ketimpangan kekuasaan dan praktik patrimonial yang merugikan. Ini akan memungkinkan Bima untuk berkembang dengan pemerintahan yang lebih efisien dan berorientasi pada kesejahteraan seluruh masyarakat.***

Editor: Ahmad D

Tags

Terkini

Terpopuler