Isu Kerajaan dan Konservatisme Politik Bima, Indah Damayanti Disebut-sebut Sebagai Playmaker Politik Bima

- 22 Juni 2024, 13:32 WIB
 Isu Kerajaan dan Konservitisme Politik Bima, Indah Damayanti Disebut-sebut Sebagai Playmaker Politik Bima
Isu Kerajaan dan Konservitisme Politik Bima, Indah Damayanti Disebut-sebut Sebagai Playmaker Politik Bima /bimakab.go.id/

Strategi ini mengarah pada distribusi kekuasaan dan sumber daya yang tidak merata, di mana Keputusan-keputusan penting cenderung menguntungkan kelompok elit yang sempit, sementara kepentingan mayoritas masyarakat seringkali terabaikan.

Ketimpangan ini dapat menciptakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan di kalangan rakyat terhadap pemerintah. Akhir akhir ini fakta kultural menunjukan bahwa ketidakpercayaan masyarakat terhadap trah istana kerajaan sebagai pemimpin di tunjukan oleh adanya Gerakan protes dan kecaman yang di lakukan oleh aliansi mahasiswa dan petani jagung akibat lemahnya peran pemerintah daerah dalam mengakomodasi hasil pertanian masyarakat dengan harga yang dapat mempengaruhi kesejahteraan petani.

Selain itu, drinya juga menganalisis fenomena politik IDP dengan basis teori hegemonoi Antonio Gramsci yang menyatakan bahwa kekuasaan tidak hanya dipertahankan melalui paksaan, tetapi juga melalui dominasi ideologi dan budaya.

Kepemimpinan Indah Damayanti Putri menggunakan Simbol-simbol kerajaan untuk mengukuhkan hegemoninya, sehingga budaya dalam platform politiknya tidak di diletakan sebagai kesadaran kolektifitas moralitas yang berimplikasi pada keadilan dan kemakmuran akan tetapi oleh IDP memanfaatkan dan menjadikan budaya sebagai instrument dalam bentuk simbolitas populisme politis.

Baca Juga: Maling Uang Rakyat! Apa Saja Kasus yang Dilaporkan ke KPK Terkait Dugaan Korupsi Bupati Bima?

Alhasil, masyarakat yang golongan konservativisme sebagai pemilih dominan dan kelompok rasionalisme pragmatis menerima kekuasaannya sebagai sesuatu yang wajar dan sah, padahal secara akademik hegemoni ini menghambat pluralisme politik dan meminimalkan ruang bagi oposisi atau Ide-ide alternatif. Hal ini dapat melemahkan dinamika demokrasi dan menghalangi perbaikan kebijakan yang lebih inklusif dan progresif.

"Sebagai contoh misalnya, ketika terjadi konsolidasi gerakan aktivisme mahasiswa dalam memberikan kritik dan saran terhadap problem pembangunan daerah seringkali kemudian di jumpai bahwa Gerakan-gerakan tersebut di kriminalisasi dan di eksploitasi melalui kekuasaan alat vital negara yang bersifat premanisme," jelasnya Kahar.

Seiring dengan konteks kepemimpinan IDP lanjutnya, Max Weber mengidentifikasi tiga jenis legitimasi kekuasaan: tradisional, karismatik, dan rasional legal. Dalam kepemimpinan Indah Damayanti Putri, legitimasi tradisional yang bersandar pada Nilai-nilai historis dan tradisi kerajaan sangat dominan.

Meskipun pendekatan ini dapat efektif dalam konteks budaya yang menghargai tradisi, namun tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsip modernitas kepemimpinan demokrasi dan transparansi yang dibutuhkan dalam pemerintahan demokratis.

Baca Juga: IDP Dampingi LPB Maju di Pilgub NTB: Kader Partai Sebut, Itu Bisa Saja Terjadi

Halaman:

Editor: Ahmad D


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah